MAKALAH
AGAMA HINDU
“Sumber Ajaran dan Hukum Agama Hindu”
Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Hindu
Disusun Oleh:
Nadya Qurotu A I (11150321000044)
Rozatul Husna S (11150321000043)
Dosen Pengampu : Siti Nadroh, M.Ag
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmaanirrohiim
Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji serta
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam semoga
terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW. Keluarga dan para sahabatnya Amiin.
Alhamdulillah pada kesempatan ini penulis
telah menyelesaikan tugas ini untuk mendapatkan nilai dari dosen pada jurusan
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta, walaupun dalam penyusunan tugas ini banyak sekali
hambatan, tetapi dengan niat dan ketekadan penulis akhirnya dapat menyelesaikan
tugas ini.
Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan dalam penyelesaian
tugas ini, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen Siti
Nadroh, M.Ag. Akhirnya kepada Allah SWT. Jugalah pebulis berdoa semoga amal
baik senantiasa mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.Wassallammu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan
pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat
panjang dan berabad-abad, yang di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual
keagamaan dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra
suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap. Maka Weda adalah
merupakan buku atau kitab, kita tidak membicarakan isinya, kita hanya melihat
wujudnya. Buku itu berisikan tulisan-tulisan, disusun rapi, ada penulisnya, ada
pemikirannya dan ada pula isinya berupa ajaran-ajaran. Buku adalah benda atau
barang cetakan. Tetapi tidak semua barang cetakan atau buku dapat kita namakan
Weda.
Sebagai kitab suci agama Hindu, buku
itu diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber
bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun
untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dan dinyatakan sebagai kitab suci karena isinya
merupakan wahyu Tuhan yang dianggap Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai
ajaran oleh Tuhan kepada umat manusia semuanya itu merupakan ajaran suci.
Lebih-lebih isinya memberi bimbingan tentang bagaimana hidup suci.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan kitab suci Sruti,kitab
Smriti,kitab Agama, Trantra dan Darsana.
b.
Siapa yang membuat kitab suci Sruti, kitab
Smriti,kitab Agama, Trantra dan Darsana.
c.
Apa saja isi dari kitab suciSruti, kitab Smriti,kitab
Agama, Trantra dan Darsana.
C.
Tujuan Masalah
a.
Untuk
mengetahui siapa yang mebuat kitab suci agama Hindu.
b.
Untuk
mengetahui apa saja ajaran yang ada didalam kitab suci agama Hindu.
c.
Untuk
mengetahui isi dari kitab-kitab suci Sruti, kitab Smriti,kitab Agama, Trantra dan
Darsana.
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER AJARAN DAN HUKUM AGAMA HINDU
Sumber ajaran agama Hindu adalah kitab suci Weda, yaitu kitab yang
berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para
Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, lasksana
sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam
sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.[1]
Untuk menyusun catatan-catatan yang diperlukan dalam rangka
menemukan bentuk-bentuk hukum Hindu, termasuk mengenai bentuk danisi dari pada
hukum waris Hindu itu. Pertama-tama
mencari sumber-sumber hukum Hindu yang dapat dijadikan landasan dalam penyajian
bentuk-bentuk hukum materil positif.[2]
Mengenai sumber-sumber hukum tidak ada persamaan pendapat di antara
para ahli. Sumber hukum sebagai istilah dipergunakan dalam berbagai hubungan
dan pengertian. Menurut Prof. L. Oppenheim kesimpang siuran pengertian ini
timbul karena tiap-tiap penulis mempunyai pandangan sendiri atas sumber
hukum-hukum itudan umumnya banyak dianggap masih bingung sehingga menimbulkan
perbedaan pendapat diantara para penulis itu. Oleh karena itu menurut beliau,
untuk menghindari kesalah pengertian ini maka pengertian sumber hukum harus
dikembalikan pada pokok-pokok pengertian yang bersifat umum mengenai arti dari
pada sumber itu sendiri.Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti
dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari
Hyang Widhi Wasa.[3]
Kitab sruti termasuk kitab utama dari agama Hindu yaitu Weda. Weda
mengajarkan ajaran tertinggi yang diketahui oleh manusia dan membentuk sumber
yang mutlak dalam agama Hindu. Kata Veda diambil dari kata “Vid” yang berarti
“mengetahui” sedangkan “Sruti” dalam bahasa sanskerta berarti “apa yang
didengar”.[4]
Didalam Manadharmasastra II. 10 dikatakan yang artinya:
“Sesungguhnya Sruti adalah Weda, smriti itu dharmasatra, keduanya tidak boleh
diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber
dari pada hukum (dharma).Dari pasal tersebut jelas bahwa sruti yang ditunjuk
oleh pasal-pasal itu adalah weda. Sebagaimana halnya weda itu, baik weda dan
dharmasastra oleh pasal ini dinyatakan dengan tegas sebagai sumber hukum.
Istilah hukumini diterjemahkan dari kata dharma.[5]
Adapun kitab-kitab yang tergolong jenis kitab Sruti menurut tradisi
Hinduadalah kitab-kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab-kitab ini terdiri
dari empat buah buku yaitu Rg.Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda.[6]
1.
Rg. Weda
Rg Weda berasal dari kata “rig” yang berarti memuji. Kitab ini
berisi 1000 puji-pujian kepada para dewa dalam bentuk kidung, dan masing-masing
kidung (sukta) terbagi lagi dalam beberapa bait. Menurut agama Hindu Rig Weda
sangat penting karena didalamnya terdapat pengertian dan isyarat akan agama
yang monoteistis dengan falsafah yang monistik (itulah yang Maha Esa).[7]
Beberapa contoh Rg Weda :
POSYAN, DEWA
TEMPAT GEMBALA
a.
Hai Posyan, dewa masa keemasan,
Istana engkau,
dan lembah jalan pengembala,
Engkau dapat
mengalahkan setiap musuh asing,
Jadikanlah
jalan kami aman dari segala bahaya,
Hai Posyan, hai
pengendara awan !
Tunjukilah kami
selamanya, sebagaimana engkau menunjuki kami sebelum ini.
b.
Binasakanlah serigala liar yang jahat itu,
Yang bersembunyi
didalam gelap diselat yang sempit,
Dan
binasakanlah setiap perampok dan pencuri,
Yang akan
beranak pinak untuk membinasakan dan menghabiskan hayat kami.
Posyan,
pengendara awan !
Tunjukilah
kami, sebagaimana engkau tadinya telah menunjuki kami.
c.
Barulah dalam murkamu, hai Posyan,
Segala perampok
yang menjarah kami, di jalan-jalan yang tidak dilalui orang.
Yang mempunyai
hati keras tidak menaruh kasihan,
Membunuh dengan
anak panahnya yang tidak kelihatan,
Hai anak awan,
tunjukilah kami selamanya,
Sebagaimana
tadinya engkau menunjuki kami.[8]
2.
Sama Weda
Sama Weda merupakan suatu bunga rampai Rig Weda, dan sangat
menekankan pada tanda-tanda irama musik. Sama Weda terdiri dari 1549 bait.
Puji-pujian diikuti irama musik oleh para pendeta yang disebutUdgatr,
dan biasanya dilakukan pada waktu upacara korban diselenggarakan.[9]
3.
Yajur Weda
Weda ini tidak hanya memuat mantera-mantera bagi
persembahan-persembahan Soma, tetapi juga mantera-mantera bagi upacara-upacara
yang lebih kecil. Ketiga weda ini memiliki hubungan yang sangat erat hubungannya,
oleh karena itu ketiga-tiganya dinamakan “Tri-wedi”.Yajur Weda terdiri dari mantra –
mantra yang sebagian besar bersal dari Rg. Weda. Ditambah dengan beberapa
mantra tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan
Patanjali, kitab ini terdiri dari 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap.
Kitab ini terbagi atas dua bagian, yaitu:[10]
a. Yajur
Weda Hitam :
·
Katakhassamhita
·
Mapisthalakathasamhita
·
Maitrayamisamhita
·
Taithiriyasahimta.
Yang terdiri dari dua aliran, yaitu Apastamba dan Hiranyakesin[11]
b. Yajur Weda Putih (sukla Yajur Weda,
juga dikenal Wajasaneyi Samhita). Kitab initerdiri dari dua resensi, yaitu
Kanwa dan Madhayandina.Yajur Weda Putih terdiri dari 1.975 mantra yang isinya
menguraikan tentang berbagai jenis yadnya besar, seperti Wajapeya, Rajasuya,
Asmaweda, Sarmaweda, dan berbagai jenis yadnya lainnya. Bagian Terakhirdari
weda ini memuat ayat – ayat yang kemudian dijadikan Isopanisad.[12]
1.
Atharwaweda
Para Atharwan
adalah pandita tersendiri. Juga didalam ini kita jumpai lagi hymne-hymne yang harus
dipakai pada persembahan Soma. Tetapi didalam Weda itu juga diuraikan bermacam
hal lainnya, umpamanyamantera-mantera bagi magi yang diperbolehkan (magi
putih). Mantera-mantera itu dipakai untuk mengiringi persembahan-persembahan
atau diucapkan melulu sebagai mantera yang berkekuatan magis, guna supaya
terlaksanakehendaknya, misalnya cinta seorang wanita, sembuh penyakitnya, dan
sebagainya.[13]
2.
Kitab Brahmana
Kitab Brahmana
disusun oleh para pendeta Brahmana sekitar abad ke- 8 SM. Kitab ini berisi keterangan-keterangan
daripada Brahmana tentang korban dan sesaji. Keterangan-keterangan tersebut disertai
dengan mitos dan legenda tentang manusia dan para dewa dengan memberikan
ilustrasi ritus-ritus korban.[14]
Brahmana juga menekankan dan membahas upacara
pengorbanan dan teknik yang benar dalam pelaksanaannya. Termasuk penjelasan
dalam menggunakan mantra dalam upacara dan menimbulkan kekuatan mistik dari
pengorbanan itu. Bagian ini disebut dengan Brahmana karena mereka membahas
tugas dari para Brahim (pendeta) yang melakukan pada saat upacara pengorbanan.[15]Untuk menjelaskan tentang daya
kekuatan korban. Dengan kata lain, kitab tersebut bukanlah kitab puji-pujian
kepada para dewa, tetapi merupakan kitab yang berisi keterangan-keterangan dari
para brahmana tentang korban dan sesaji. Uraian-uraian didalamnya banyak yang
membosankan dan sukar dipahami padahal pikiran dasarnya justru sangat sederhana.
[16]
3.
Kitab Aranyaka
Pada bagian
akhir kitab Brahmana terdapat tambahan, kemudian tambahan inilah yang disebut
sebagai kitan Aranyaka. Kitab ini
berisi tentang renungan sekitar masalah korban sehingga dianggap sakti. Karena
itu mempelajarinya harus ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia,
yaitu ditengah-tengah hutan, Aranya =
hutan. Aranya (“kitab yang berasal dari hutan”; yaitu buku yang dihasilkan
dengan bermeditasi di hutan yang sepi) yang menandai transisi dari pengorbanan
Brahmanikal menuju filsafat dan spekulasi metafisika, yang kemudian dimuat
dalam Upanisad. Aranyaka terdiri dari interpretasi mistik dari mantra dan
upacara, yang disatukan pada saat mengasingkan diri di hutan, yang menimbulkan
kedisiplinan. Pengetahuan yang didapat oleh para asketis ini dianggap sebagai
wahyu.[17]
4.
Kitab Upanishad
Kitab Upanishad
merupakan kitab weda yang paling muda, dan ajarannya menentang ajaran agama
Brahmana terutama mengenai ajaran korban. Jumlahnya sangat banyak, ada nada
yang merupakan tambahan bagi kitab-kitab Aranyaka. Isinya merupakan pemikiran
falsafi yang berkisar seputar arti dan tujuan hidup dan masalah yang berkaitan
dengan hakikat manusia dan alam semesta. Kitab-kitab Upanishad meupakan
teks-teks India yang sangat terkenal. Kitab ini telah diterjemahkan kebahasa Latin
berdasarkan versi Persia (1801-1802), juga kedalam bahasa Eropa lainnya, dan
dianggap bear pengaruhnya dikalangan ahli pikir Barat.[18]
Istilah Upanishad berasal dari kata upa, ni dan shad:
uapani = dekat, didekatnya: dan shad = duduk. Jadi Upanishad berarti duduk
dekat, yaitu duduk di dekat seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan
yang lebih tinggi. Kitab Upanishad berbentuk dialog antara seorang guru dan
muridnya. Kitab Upanishad adalah salah satu bagian saja dari kitab-kitab dari
kitab-kitab Aranyaka yang isinya menekankan pada ajaran rahasia yang bersifat
mistik dan magis.[19]
B.
KITAB SMRITI
Sama halnya dengan sruti, smriti dianggap sebagai sumber hukum
kedua setelah sruti. Smriti merupakan kitab-kitab teknis yang memuat kodifikasi
berbagai masalah yang terdapat didalam sruti. Smriti bersifat pengkhususan yang
memuat penjelasan-penjelasan otentis. Penafsiran dan penjelasan otentis
dibidang ajaran hukum (dharma) dihimpun dalam satu hukum yang disebut
Dharmasutra. Dharmasutra ini kemudian dijadikan himpunan baru dalam bentuk
kodifikasi hukum (dharma) dari ajaran Manuoleh Bhrgu.[20]
Himpunan inilah yang disebut Dharmasastra atau Manawadharmasastra
menurut nama yang menyampaikan ajaran itu. Kitab ini merupakan bagian dari enam
buah kitab Weda danmerupakan bagian dari pada Weda. Karena itu
Manawadharmasastra adalah kitab Wedangga. Kelompok jenis kitab smriti lainnya
adalah kelompok Upaweda. Dengan demikian kitab smriti sebagai sumber hukum
Hindu dibedakan antara dua macam kelompok buku, yaitu:[21]
1.
Kelompok jenis
Wedangga
2.
Kelompok jenis
Upaweda (Weda tambahan)
1.
Kelompok
Wedangga
Kata Wedangga, terdiri dari kata : Veda dan Angga
(bahasa Sansekerta). Veda berartiilmu pengetahuan suci dan angga berarti
bagian, anggota, badan, sumber, dasar. Wedangga berarti batang tubuh dari Veda.
Untuk dapat mempelajari, memahami,dan mendalami Veda dengan baik, kita
hendaknya terlebih dahulu mendalamiVedangga. Vedangga sebagai kitab smrti,
terdiri dari beberapa kitab, antara lain :[22]
A. Siksa (phonetika) isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara yang
tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendah tekanan suara. Untuk dapat mengucapkan mantra (Weda Cruti) dengan
baik, fungsi kitabsiksa ini adalah sangat penting. Dalam hubungannya dengan
mempelajari mantra(Weda Cruti) kitab-kitab siksa, juga disebut dengan nama
pratisakhya.Adapun kitab-kitab pratisakhya yang masih sampai saat ini adalah :
a) Rg. Veda
Pratisakhya
b)
Taittiriya Pratisakhya Sutra
c)
Wajasaneyi Pratisakhya Sutra
d) Sama
Pratisakhya
e) Athanva
Weda pratisakhya Sutra[23]
B. Wyakarana (tatabahasa) Kitab Wyakarana isinya menguraikan tentang tata bahasa, untuk
dapatmenghayati Veda dengan benar, kecil kemungkinannya dapat diketahui,
tanpamengerti dan mengetahui tata bahasanya. Oleh karenanya kitab Wyakarana inimemiliki
fungsi yang sangat penting di dalam kita mempejari Veda. Para Maharesi yang
mendalami tentang tata bahasa (Veda) adalah : MaharesiSakatayana, Begawan
panini, Maharesi patanjali, dan Begawan yaska.Di antara orang suci tersebut di
atas, yang terkenal adalah Begawan panini.Beliau menulis Kitab Asta Dhyayi dan
patanjali Bhasa.Begawan Panini adalah orang suciyang pertama kali mengenalkan
kata bahasaSanskerta populer (bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat) dan
bahasaDaiwakyaitu bahasa para Dewa-Dewa.[24]
C.
Chanda (lagu)cabang Weda yang khusus membahas aspek
ikatan bahasa yang disebut lagu.Dari berbagai macam kitab-kitab
Chanda, yang masih terdapat utuh sampaisekarang ada dua buah buku, yaitu :
Midana Sutra dan Chanda Sutra. Kedua kitab inidihimpun oleh Begawan Pinggala.[25]
D. Nirukta, memuat berbagai penafsiran otentik
mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.Kitab Nirukta hasil karya Begawan Yaska, isinya
menguraikan tentang tigamacam sesuatu hal, yaitu :
a)
Memuat
kata-kata yang memiliki arti sama atau Naighantuka Kanda.
b)
Memuat
kata-kata yang memiliki arti ganda atau disebut Naighama Kanda.
c)
Memuat tentang nama-nama paru Dewa yang ada di
angkasa, bumi dan sorgaatau disebut Daiwatganda.[26]
E.
Jyotisa (astronomi),
merupakan pelengkap Weda yang isinya membuat pokok-pokok ajaran astronomi yang
diperlukan untuk pedoman dalam melakukan Yajna. Isinya adalah membahas tata
surya, bulan dan badan angkasa lainnyayang dianggap mempunyai pengaruh didalam
pelaksanaan yadnya.Melalui pengetahuan
yang terdapat dalam kitab Jyotisa juga kita dapatmemahami, bahwa bagaimana Veda
mengajarkan kepada umatnya untuk dapatberhubungan secara harmonis dengan alam
dan lingkungannya berdasarkan yadnya. Di antara kitab Jyotisa, yang terdapat
masih sampai sekarang adalah kitab Jyotisa Wedangga. Kitab ini memiliki
hubungan dengan kitab Veda Cruti, Rg.Veda, dan Yajur Veda.[27]
F.
Kalpa,
merupakan kelompok wedangga yang terbesar dan terpenting. Menurut jenis isinya,
kalpa terbagi atas berbarapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang
Dharma, dan bidang Sulwa.
·
Srauta memuat
berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan
lain-lain, terutama yang berhubungan dengan uapacara keagamaan.
·
Grhyasutra
memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yadnya yang harus
dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga.
·
Dharmasutra
adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan
bernegara.
·
Sulwasutra
adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat
peribadatan, mislanya Pura, Candi an bangunan-bangunan suci lain yang
berhubungan dengan ilmu arsitektur.[28]
2.
Kelompok
Upaweda
Kitab-kitab
Upaweda merupakan kitab kelompok kedua dari Veda Smrti,setelah kitab-kitab
Vedangga. Kata upaweda berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiridari dua
kata, yaitu : kata upa dan veda. Kata "upa" dapat diartikan ,,dekat,,
dan kata"veda" berarti "pengetahuan suci (kitab suci). Upaweda
berarti dekat dengan Veda (Pengetahuan suci). Upaweda jugadiartikan Veda
tambahan.Kitab Upaweda memiliki fungsi sama pentingnya dengan kitab-kitab Smritiyang
lainnya.[29]
Kitab
upaweda terdiri dari beberapa cabang ilmu, antara lain :
o
Kitab
Arthasastra, adalah jenis ilmu pemerintahan Negara. Isinya, merupakan
pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu ini disebut Nitisaraatau
Rajadharma atau pula Dandaniti.[30]
o
Kitab purana,
merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
istilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai istilah dewa-dewa dan
bhatara, cerita mengenai istilah keturunan dan perkembangan dinasti Suryawangsa
dan Candrawangsa serta membuat cerita-cerita yang menggambarkan
pembuktian-pembuktian hukum yang pernah dijalankan. Dan kitab ini terdiri atas
18 buah kitab. Purana membentuk sebagian besar kesustraan Smriti. Purana ini
muncul dalam bentuk pertanyaan dan jawaban, dan menjelaskan ajaran bawah sadar
dari Weda melalui cerita dan legenda dari raja zaman dahulu, pahlawan, dan
sifat-sifat kedewataan. Purana adalah merupakan alat yang sangat terkenal untuk
mengajarkan ajaran keagamaan. Ada lima unsur penting dalam kitab-kitab Purana,
yaitu:
a.
Sarga (ciptaan
alam semesta yang pertama)
b.
Pratisarga
(ciptaan alam semesta yang kedua)
c.
Vamsa
(keturunan raja-raja dan resi-res)
d.
Manvantara
(perubahan Manu-manu)
o
Kitab itihasa, merupakan
jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan mahabratakitab
Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh
kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair.[32]
o
Ayurweda,
adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan
berbagai system sifatnya. Ayurweda adalah filsafat kehiduapan baik etis amaupun
medis. Menurut isinya ayurweda meliputi
delapan bidang ilmu. Yaitu:
·
Ilmu bedah
·
Ilmu penyakit
·
Ilmu
oabt-obatan
·
Ilmu
psikotherapy
·
Ilmu pendidikan
anak-anak (ilmu jiwa anak)
·
Ilmu
toksikologi
·
Ilmu mukjizat
·
Ilmu jiwa
remaja.[33]
o
Gandharwaweda,
adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni.ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri) Rasarnawa, rasaratnasamuccaya dan lain-lain.[34]
Dari semua
kitab, yang paling penting adalah kitab Arthasastra karena kitab ini disamping
bersifat hukum, kitab ini membuat politik hukum Hindu. Kitab ini mula-mulaa
disusun oleh Kautilya, salah seorang Perdana Mentri dari Kerajaan Maurya pada
abad IV. S.M., sebelum penyerbuan Alexander yang Agung kedaratan India.sifatnya
mengandung ajaran keagamaan disamping sebagai buku perundang-undangan yang
berlaku pada waktu itu. Buku ini banyak pengaruhnya dan diuabh dalam berbagai bentuk
kitab Usana dan Sima.[35]
Arthasastra
dikodifisir dalam bentuk satu buku yang menjadi dasar dan pedoman dalam
menjalankan kekuasaan Negara guana dijadikan sebagai dasar hukum mengatur
berbagai aspek hidup manusia sebagai kawula Negara. Yang terpentingvdari buku
ini adalah buku III Bab II-VII dan Bab XVI. Bab-ba inilah dari buku III kitab
Arthasastra itu memuat berbagaimasalah hukum mengenai waris-mewaris, yang
sangat penting sekali artinyadalam peninjauan kita mengenai hukum waris itu
nanti.[36]
C.
KITAB AGAMA,
TANTRA DAN DARSANA
A.
Kitab Agama
Kitab Agama
menunjukan bahwa kebenaran Veda adalah mutlak dan harus diyakini kebenarannya.
Kata Agama merupakan salah satu istilah Pramana yaitu tiga cara untuk
menentukan kebenaran sesuatu, yaitu: Agama Pramana, Anumana, Pramana, dan
Pratyaksa Pramana yang masing-masing berarti kebenaran yang disampaikan oleh
orang-orang suci yang sangat diyakini kesucian pribadinya, kebenaran yang
berdasarkan pertimbangan analisis yang sistematis dan kebenaran yang
berdasarkan pengamatan.[37]
Kitab-kitab
Āgama termasuk kitab tantra, mantra, dan yatra yang merupakan ulasan pemujaan
Tuhan yang bersifat luar, di dalam patung-patung, kuil, dsb. Semua Kitab-kitab
Āgama membahas masalah:
1.
Jnāna atau
pengetahuan
2.
Yoga atau
konsentrasi
3.
Kriyā atau ritual
isoterik
4.
Carya atau pemujaan
esoteric
Kitab-kitab
Āgama dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Waisnawa, Siwa, dan Sakta. Kitab-kitab
Āgama tidak mengambil autoritasnya dari Weda, tetapi tidak berlawanan
dengannya; karena semuanya bercirikan dan berjiwakan Weda. Itulah sebabnya
mengapa mereka dianggap sebagai dapat dipercaya.[38]
·
Kitab Tantra
Tantra adalah cabang dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih
dirahasiakan dan arti sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan
teka-teki. Kebanyakan orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar, pada
umumnya tidak mendiskusikan Tantra.[39]
Secara umum
tantra dapat diartikan yaitu kekuatan suci dalam diri yang dibangkitkan dengan
cara-cara yang ditetapkan dalam kitab suci. Tantra adalah konsep pemujaan Ida
Sanghyang Widhi Wasa di mana manusia kagum pada sifat-sifat kemahakuasaan-Nya,
sehingga ada keinginan untuk mendapatkan sedikit kesaktian.[40]
Tantra adalah
ilmu pengetahuan kerohanian yang untuk pertama kalinya diajarkan di India 7000
tahun silam. Tan barasal dari akar kata Sansekerta yang berarti
“perluasan”, dan Tra berarti “pembebasan”. Dengan demikian Tantra
merupakan latihan rohani yang mengangkat manusia ke dalam suatu proses yang
memperluas pikirannya. Tantra menghantar manusia dari suatu keadaan tidak
sempurna menjadi sempurna, dari keadaan kasar menjadi halus, dari kemelekatan
menjadi terbebaskan.[41]
Mistik
merupakan tindakan atau perbuatan yang adiluhung, penuh keindahan, atas dasar
dorongan dari budi pekerti luhur atau akhlak mulia. Mistik sarat akan pengalaman-pengalaman
spiritual. Yakni bentuk pengalaman-pengalaman halus, terjadi sinkronisasi
antara logika rasio dengan “logika” batin. Pelaku mistik dapat memahami
fenomena atau eksistensi di luar diri (gaib) sebagai kenyataan yang logis atau
masuk akal.[42]
Mengenai naskah Tantra ada anggapan bahwa naskah
atau kitab tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada ummat Hindu untuk zaman
Kali-yuga, sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga
dan setiap mahayuga terdiri dari empat yuga, Krta-Yuga,
Trata-Yuga,Dvapara-Yuga, dan Kali-Yuga.) penyusunannya dilakukan oleh para
Resi. Kitab ini penuh dengan ajaran-ajaran rahasia dan silit dipahami
maksudnya. Pada garis besarnya, isi kitab Tantra merupakan dialog antara Siwa
dengan sakti istrinya Parwati yang menempati kedudukan terpenting sebagai inti
kekuatan dewa.[43]
·
Kitab Darsana
Kata Darsana
berasal dari urat kata “drs” yang berarti ‘melihat’, menjadi kata darsana (kata
benda) artinya ‘penglihatan atau pandangan’. Kata darsana dalam hubungan
ini berarti ‘pandangan tentang kebenaran’ (filsafat). Darsana berisikan tentang ilmu suatu
kebenaran tentang ciptaan tuhan yang dapat di pandang oleh manusia. Menurut ummat Hindu, beribu-ributahun lamanya para
Resi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu memperoleh inspirasi dan mampu
menginterpretasikan atau menafsirkan ajaran-ajaran Hindu secara terinci.[44]
Nama atau istilah lainnya yang berhubungan dengan darsana:
·
Tattva: kata ini berasal dari kata “tat” yang
artinya ‘itu’ yang dimaksud adalah ‘hakekat atau kebenaran’.
·
Mananasastra: kata ini berarti pemikiran atau
renungan filsafat.
·
Vicarasastra: kata ini pertimbangan,renungan,
penyelidikan, dan keragu-raguan yang dimaksud adalah menyelidiki tentang
‘kebenaran filsafat’.
·
Tarka: artinya spekulasi. Tarkika berarti orang
yang ahli filsafat.
·
Sraddha: kata ini berarti keyakinan atau keimanan.[45]
Darsana atau filsafat India dibedakan atas dua
kelompok, yaitu
1
Pandangan yang orthodox,disebut juga Astika.
Kelompok ini mengakui otoritas dan kemutlakan kitab suci Veda sebagai sabda
Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber ajarannya. Kelompok ini terdiri
dari Samkhya, Yoga, Mimamsa, Vaisesika, Nyaya, dan Vedanta. Keenamnya
sring disebut Sad Darsana atau Darsanasaja dan bila kita membicarakan filsafat
Hindu,maka yang dimaksud adalah sad darsana ini.[46]
2
Pandangan yang Hetrodox disebut juga Nastika. Filsafat
ini tidak mengakui kebenaran dan kewenangan Veda. Kelompok ini terdiri dari 3
aliran filsafat, yaitu: Carvaka, Budda, dan Jaina.[47]
Hubungan Veda
dengan Darsana, dimana Veda merupakan sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa
yang menjadi sumber ajaran agama Hindu sedangkan darsana adalah pandangan
maharsi atau para ahli tentang kebenaran ajaran veda dan alam semesta. Darsana
(Astika) menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk memudahkan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam kitab
suci. Dengan mempelajari Darsana akan lebih mudah mempelajari kitab suci.
Darsana memberikan pencerahan bagi umat dalam memahami serta mengamalkan ajaran
agama.[48]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Agama hindu
banyak memiliki kitab suci tapi yang pertama ialah kitab suci weda dan ada
beberapa kitab yang yang isinya di ambil dari kitab suci weda, Weda merupakan
himpunan wahyu- wahyu Tuhan. Kitab suci
weda berisikan tentang ajaran-ajaran agama Hindu baik maupun buruk, dan ajaran
tentang yang ada di alam bhuana agung ini. Purana merupakan suatu ajaran yang
menceritakan terciptanya alam semesta beserta isinya dan mengenai ajaran-ajaran
yang ada di dalam agama hindu seperti halnya cara untuk memuja tuhan dan yang
lainnya, di dalam kitab suci purana juga ada kumpulan cerita-cerita kuno yang
menyangkut penciptaan dunia.
Sumber hukum hindu menurut kitab Manawa dharmasastra
Weda (Sruti). Dalam ajaran agama Hindu, Weda termasuk
dalam golongan Sruti.Weda diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban
manusia yang masih ada hingga saat ini. Setelah tulisan ditemukan, para
Rsi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.Smrti
(Dharmasastra). Smrti (Dharmasastra) adalah Weda juga, karena kedudukannya
dipersamakan dengan Weda.
Kata Agama merupakan salah satu istilah Pramana yaitu tiga cara
untuk menentukan kebenaran sesuatu, yaitu: Agama Pramana, Anumana, Pramana, dan
Pratyaksa Pramana yang masing-masing berarti kebenaran yang disampaikan oleh
orang-orang suci yang sangat diyakini kesucian pribadinya.Tantra adalah cabang dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih
dirahasiakan dan arti sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan
teka-teki. Kebanyakan orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar. Kata Darsana
berasal dari urat kata “drs” yang berarti ‘melihat’, menjadi kata darsana (kata
benda) artinya ‘penglihatan atau pandangan’
DAFTAR PUSTAKA
Bansi Pandit, Pemikiran Hindu
(Surabaya: Paramita, 2006),
Dr.A.G.Honig
Jr,Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 2009),
Gede Puja,MA.SH, Hukum Kewarisan
Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di Bali dan Lombok(Jakarta: C.V.
Junasco, 1977)
Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu,
(Jakarta: Hanuman Sakti 1994),
H.A.Mukti Ali, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. 1988),
Made Titib, Pengatar Weda, (Jakarta: Hanuman Sakti, 1996),
Zainal Arifin Abbas, Perkembangan
Pikiran Terhadap Agama (Jakarta:Al-Husna,1984),
http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada Sabtu18 Maret 2017, jam
18.33 P.M
http://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, dikutip pada senin 20 Maret 2017, jam
07.24 A.M
http://bimashindusultra.blogspot.co.id/2013/10/weda-kitab-suci-agama-hindu.html, dikutip pada sabtu 15 April 2017, jam 22.43 P.M
[1]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 11.
[2]Gede Puja, MA. SH, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam
Hukum Adat di Bali dan Lombok(Jakarta: C.V. Junasco, 1977), h.20.
[3]Gede Puja, MA. SH, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam
Hukum Adat di Bali dan Lombok(Jakarta: C.V. Junasco, 1977), h.20
[4]Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya:
Paramita, 2006), h.22.
[5]
Gede Puja,MA.SH, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di
Bali dan Lombok(Jakarta: C.V. Junasco, 1977), h.30.
[6]Gede
Puja,MA.SH, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di Bali
dan Lombok(Jakarta: C.V. Junasco, 1977), hal.30.
[7]Gede
Puja,MA.SH, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di Bali
dan Lombok(Jakarta: C.V. Junasco, 1977), hal.30.
[8] Zainal Arifin
Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama (Jakarta:Al-Husna,1984),
h.196.
[10] Dr.A.G.Honig Jr,Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 2009),
h. 85.
[11]I Nengah Sumendra, “Weda (Kitab Suci Agama Hindu”, radar bimas hindu sultra di akses dari http://bimashindusultra.blogspot.co.id/2013/10/weda-kitab-suci-agama-hindu.html, pada tanggal 15 April 2017, jam 22.43 P.M
[12]I Nengah Sumendra, “Weda (Kitab Suci Agama Hindu”, radar bimas
hindu sultra di akses dari http://bimashindusultra.blogspot.co.id/2013/10/weda-kitab-suci-agama-hindu.html, pada tanggal 15 April 2017, jam 22.43 P.M
[13]Dr.A.G.Honig Jr,Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h.
85.
[15] Bansi Pandit, Pemikiran
Hindu (Surabaya: Paramita, 2006), h.27.
[16]Bansi Pandit, Pemikiran Hindu
(Surabaya: Paramita, 2006), h.27.
[17]Bansi Pandit, Pemikiran Hindu
(Surabaya: Paramita, 2006), h. 27.
[20]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
DasarAgama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14-15
[21]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14-15
[22]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14.
[23]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14.
[24]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 15.
[25]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 15.
[26]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 15.
[27]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 15.
[28]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 15.
[29]Made Titib, Pengatar Weda, (Jakarta: Hanuman Sakti,
1996), h. 140.
.
[30]Made Titib, Pengatar Weda, (Jakarta: Hanuman Sakti,
1996), h. 140.
[31]Made Titib, Pengatar Weda, (Jakarta: Hanuman Sakti,
1996), h. 140.
[32]Made Titib, Pengatar Weda, (Jakarta: Hanuman Sakti,
1996), h. 140.
[33]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14-15.
[34]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 14-15.
[35]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 16.
[36]Drs.Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan
Dasar Agama Hindu, (Jakarta: Hanuman Sakti 1994), h. 16.
[37]ENIS KHAERUNISA “ Sumber-sumber Pokok”,
Hinduisme diakses darihttp://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, senin 20 Maret 2017, jam 07.24 A.M
[38]ENIS KHAERUNISA
“ Sumber-sumber Pokok”, Hinduisme diakses darihttp://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, senin 20 Maret 2017, jam 07.24 A.M
[39]ENIS KHAERUNISA
“ Sumber-sumber Pokok”, Hinduisme diakses darihttp://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, senin 20 Maret 2017, jam 07.24 A.M
[40]ENIS KHAERUNISA
“ Sumber-sumber Pokok”, Hinduisme diakses darihttp://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, senin 20 Maret 2017, jam 07.24 A.M
[41]ENIS KHAERUNISA
“ Sumber-sumber Pokok”, Hinduisme diakses darihttp://hinduisme-e.blogspot.co.id/2012/12/sumber-sumber-pokok.html, senin 20 Maret 2017, jam 07.24 A.M
[42]Ibid
[44]Pande Chan
“Pengertian Darsana” Om Swastyastu, diakses dari http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada
Sabtu 18 Maret 2017, jam 18.33 P.M
[45]Pande Chan
“Pengertian Darsana” Om Swastyastu, diakses dari http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada
Sabtu 18 Maret 2017, jam 18.33 P.M
[46]Pande Chan
“Pengertian Darsana” Om Swastyastu, diakses dari http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada
Sabtu 18 Maret 2017, jam 18.33 P.M
[47]Pande Chan
“Pengertian Darsana” Om Swastyastu, diakses dari http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada
Sabtu 18 Maret 2017, jam 18.33 P.M
[48]Pande Chan
“Pengertian Darsana” Om Swastyastu, diakses dari http://dharmajayantipande.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-darsana.html, dikutip pada
Sabtu 18 Maret 2017, jam 18.33 P.M